Rabu, 03 Juli 2013

Buah permenungan Hitam Putih eps. 2 Juli 2013


            Malam hari lagi mikirin buat nge-post sesuatu karena udah lama banget gak nge-post, akhirnya dapet ide juga dari buah permenungan. Mau tahu bahan permenungan saya malam tadi? Yuk, simak video salah satu episode talk show kesenangan saya dan keluarga : (kalo males nonton videonya langsung aja scroll ke bawah…).
            Jadi itu tuh eps. Talk Show Hitam Putih tanggal 2 Juli 2013. Yah, Talk show yang dipandu oleh seorang Mentalist berkepala plontos, Deddy Corbuzier memang selalu ada di jadwal tontonan TV setiap hari keluarga saya. Talk show yang tayang hampir setiap hari pukul 18.00 WIB ini selalu menghadirkan bintang tamu yang fenomenal. Mereka yang diundang ke HItam Putih tidak hanya para kalangan atas saja, seperti pejabat, seleb, seniman, dll. Tapi juga mereka yang perlu diberikan perhatian lebih di segala bidang. Itulah salah satu yang menjadi daya tarik acara ini.
            Kembali ke topik, ada hal yang ingin saya bagi kepada para pembaca tentang yang dibicarakan di Hitam Putih malam tadi. Yaitu tentang pendidikan. Tapi setelah saya menyaksikan sampai habis, ternyata yang dibicarakan bukan hanya saja bidang pendidikan, tapi malah tentang social, pemerintahan, keadilan, risiko, tantangan hidup, dan masih banyak lagi. Yang bikin saya lebih menarik untuk merenungkan pembicaraan tersebut adalah quote penutup yang dibagikan oleh Deddy Corbuzier di akhir acara yaitu : 

“ Kalau anda tidak bisa melihat masa depan, maka rencanakanlah masa depan.” 

(mungkin quote itu bisa dipakai untuk istilah pada program keluarga berencana). Dalam episode itu hadir seorang bapak dengan anak peremuannya yang sangat menarik perhatian masyarakat luas. Intinya, yaitu bagaimana seorang ayah yang rela menjual salah satu ginjalnya untuk menebis ijazah milik anak perempuannya. Namun, dibalik peristiwa itu ada kisah yang mustinya bisa jadi peringatan bagi kita dalam merencanakan masa depan dan bagi para pemerintah dalam membuat kebijakan. 
ilustrasi
Desy Ratnasari, Sugiyanto, Sarah Melanda Ayu, dan Deddy Corbuzier
pada acara Hitam Putih 2 Juli 2013
            Sugiyanto (44) adalah seorang penjahit pakaian single parent yang mempunyai 5 orang anak. Namun tidak semuanya bersekolah, tapi ada salah satu anaknya, yaitu Sarah Melanda Ayu yang disekolahkan di sebuah pondok pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor selama kurang lebih 7 tahun. Namun masalahnya, setelah Ayu lulus dari perguruan tersebut, sang orang tua tidak mampu menebus ijazah anaknya tersebut seharga 70 juta rupiah (ijazah SMP-SMA). Sugiyanto sudah sangat banyak melakukan usaha ini-itu sampai kepada pemprov setempat dan bahkan sampai ke komnas HAM untuk menyampaikan keberatannya. Namun hasilnya belum membuahkan hasil sama sekali. Akhirnya ia (mungkin) tanpa memikirkan jangka panjang –yang hanya memikirkan masa depan putrinya- ini nekad menjual ginjalnya kepada mereka yang membutuhkan. Katanya masa depan anaknya lebih penting.  Pertama-tama ia mengaku melakukan semacam demo di d"KEPADA SAUDARA YG BUTUH GINJAL KAMI SIAP JUAL TUBUH KAMI SIAP DIBELAH DEMI U/ MENEBUS IJAZAH" namun pihak keamanan mengusirnya. Lalu ia dan putrinya mencari tempat yang lebih umum, transparan dan sering dilewati kendaraan, yaitu di Bunderan H.I, Jakarta Pusat. Ia menyanyikan beberapa lagu dan sebuah lagu ciptaannya bersama rekannya dengan harmonica dan gitar, sedangkan anaknya memegang tulisan tersebut. Ia mengaku hanya melakukan demo hanya sekitar 1 jam karena lelah, namun sangat banyak awak media yang meliput usaha kerja kerasnya tersebut di Bunderan H.I. ia dan anaknya menawarkan kepada beberapa mobil yang berhenti di depannya. Aksinya tersebut untuk menarik perhatian publik dan mohon dukungan. Dia memilih tempat yang ramai seperti Bunderan H.I.karena ia pernah berpengalaman berprofesi sebagai pedagang asongan dan laku bannyak. Dan ternyata ayah 5
Suasana saat aksi di Bunderan H.I.
orang anak ini juga pernah menjadi seorang pengamen. Awalnya anaknya sangat sedih dan menolak jika ayahnya melakukan aksi tersebut. Tapi, setelah dpikir hanya ini jalan untuk mendpat bantuan. Dia mengaku juga banyak menerima telpon agar tidak menjual ginjalnya, dan bantuan pun datang. Jumlah dana yang dibutuhkan Sugiyanto adalah 70 juta namun setelah ke komnas HAM, mendapat potongan hingga 17 juta (7 juta untuk menebus ijazah SMP dan 10 juta untuk ijazah SMA).
poster yang dibawa oleh Sugiyanto dan anaknya saat
aksi protes di Bunderan H.I.
epan rumah sakit dengan membawa kertas untuk menawarkan ginjalnya bertuliskan :
            Awalnya ia tahu bahwa bila anaknya bersekolah di pondokan tersebut, orang tua murid tidak perlu membayar speser rupiahpun dari TK-SD-SMP-SMA hingga S1, namun tidak ada perjanjian tertulis dengan orang tua murid. Pada label sekolah tersebut pula terdapat tulisan ‘free and high quality’. Sekolah tersebut bersistem asrama yang memperbolehkan 2 bulan setahun untuk pulang ke rumah orangtua/wali. Namun semenjak tahun 2012 sekolah tersebut mempunyai aturan baru yaitu, denda untuk setiap pelanggaran yang dibuat oleh para siswa didiknya dan iuran wajib Rp 20.000/hari. Sugiyanto sangat terkejut saat ia ingin mengambil ijazah anaknya. Pihak tata usaha mengatakan bahwa bila ingin mengambil ijazah harus membyar segala tunggakan. Sugiyanto keberatan dan protes. Namun tata usaha mengatakan

Sugiyanto, Mendiknas (Mohammad Nuh) dan Sarah
Melanda Ayu
bahwa ada aturan baru per tahun 2012 karena adanya pergantian kepemilikan. Sugiyanto dan orang tua  lain yang tidak mampu menebus ijazah anaknya menentang kebijakan tersebut. Sugiyanto melakukan berbagai usaha. Aksi Sugiyanto di Bunderan H.I. rupanya membuahkan hasil para media yang meliput aksinya menyiarkan berita tersebut ke public hingga ke telinga bapak menteri pendidikan Indonesia, Mohammad Nuh. Beliau dipanggil bapak menteri untuk bertemu dengan undangan resmi. Bapak menteri memberikan tawaran kepada Sugiyanto yakni ingin membayarkan seluruh biaya anaknya, Sarah Melanda Ayu hingga selesai kuliah D3. Sarah yang bercita-cita menjadi musisi itu sangat gembira mendengar berita tersebut.
            Dari cerita bapak Sugiyanto tersebut ada hal lain yang dapat menjadi pelajaran bagi kita. Yaitu, bagaimana dalam merencanakan sesuatu. Pemerintah sudah mengadakan program keluarga berencana (KB) jadi sebaiknya kita menaati agar tercipta keseimbangan. Deddy Corbuzier sempat berkta : “ kita meminta bantuan pada pemerintah tapi pemerintah berkata ‘kan udah ada KB siapa suruh gak ikut KB’ jadi, semuanya itu harus balance” katanya. Kita memang harus merencanakan kehidupan, tapi apa enaknya bila hidup kita semuanya sudah terencana? Rencanakan hidup kita sebagian biarlah sebagiannya menjadi kejutan. Kabarnya, Jokowi (Gubernur DKI JAKARTA) pernah meminta (supriyadi) menemuinya, lihat disini.
            Mungkin ini juga menjadi cambukan ringan bagi pemerintah bagaimana system pendidikan kita yang masih kacau. Jangan sampai anak cucu saya (saya masih berumur 17 tahun) harus merasakan jaman kita sekarang. Cukup pak…. Cukup…..


“bila kita tidak dapat melihat masa depan, maka kita dapat merencanakan masa depan”


Hitam Putih.

0 komentar:

Posting Komentar