![]() |
Malam
hari lagi mikirin buat nge-post sesuatu karena udah lama banget gak nge-post,
akhirnya dapet ide juga dari buah permenungan. Mau tahu bahan permenungan saya
malam tadi? Yuk, simak video salah satu episode talk show kesenangan saya dan
keluarga : (kalo males nonton videonya
langsung aja scroll ke bawah…).
Jadi
itu tuh eps. Talk Show Hitam Putih tanggal 2 Juli 2013. Yah, Talk show yang
dipandu oleh seorang Mentalist berkepala plontos, Deddy Corbuzier memang selalu
ada di jadwal tontonan TV setiap hari keluarga saya. Talk show yang tayang
hampir setiap hari pukul 18.00 WIB ini selalu menghadirkan bintang tamu yang
fenomenal. Mereka yang diundang ke HItam Putih tidak hanya para kalangan atas
saja, seperti pejabat, seleb, seniman, dll. Tapi juga mereka yang perlu
diberikan perhatian lebih di segala bidang. Itulah salah satu yang menjadi daya
tarik acara ini.
Kembali
ke topik, ada hal yang ingin saya
bagi kepada para pembaca tentang yang dibicarakan di Hitam Putih malam tadi.
Yaitu tentang pendidikan. Tapi setelah saya menyaksikan sampai habis, ternyata
yang dibicarakan bukan hanya saja bidang pendidikan, tapi malah tentang social,
pemerintahan, keadilan, risiko, tantangan hidup, dan masih banyak lagi. Yang
bikin saya lebih menarik untuk merenungkan pembicaraan tersebut adalah quote
penutup yang dibagikan oleh Deddy Corbuzier di akhir acara yaitu :
“ Kalau anda tidak bisa melihat masa depan, maka rencanakanlah masa depan.”
(mungkin quote itu bisa dipakai untuk istilah
pada program keluarga berencana). Dalam episode itu hadir seorang bapak dengan
anak peremuannya yang sangat menarik perhatian masyarakat luas. Intinya, yaitu
bagaimana seorang ayah yang rela menjual salah satu ginjalnya untuk menebis
ijazah milik anak perempuannya. Namun, dibalik peristiwa itu ada kisah yang
mustinya bisa jadi peringatan bagi kita dalam merencanakan masa depan dan bagi
para pemerintah dalam membuat kebijakan.
![]() |
ilustrasi |
![]() |
Desy Ratnasari, Sugiyanto, Sarah Melanda Ayu, dan Deddy Corbuzier pada acara Hitam Putih 2 Juli 2013 |
Sugiyanto (44) adalah seorang penjahit pakaian single
parent yang mempunyai 5 orang anak. Namun tidak semuanya bersekolah, tapi
ada salah satu anaknya, yaitu Sarah Melanda Ayu yang disekolahkan di sebuah pondok
pesantren Al Ashriyyah Nurul Iman, Parung, Bogor selama kurang lebih 7 tahun. Namun masalahnya, setelah Ayu lulus dari perguruan tersebut, sang orang tua tidak mampu menebus ijazah
anaknya tersebut seharga 70 juta rupiah (ijazah SMP-SMA). Sugiyanto sudah
sangat banyak melakukan usaha ini-itu sampai kepada pemprov setempat dan bahkan
sampai ke komnas HAM untuk menyampaikan keberatannya. Namun hasilnya belum membuahkan
hasil sama sekali. Akhirnya ia (mungkin) tanpa memikirkan jangka panjang –yang
hanya memikirkan masa depan putrinya- ini nekad menjual ginjalnya kepada mereka
yang membutuhkan. Katanya masa depan anaknya lebih penting. Pertama-tama ia mengaku melakukan semacam
demo di d"KEPADA SAUDARA YG BUTUH GINJAL KAMI SIAP JUAL TUBUH KAMI SIAP DIBELAH DEMI U/ MENEBUS IJAZAH" namun pihak keamanan mengusirnya. Lalu ia dan putrinya
mencari tempat yang lebih umum, transparan dan sering dilewati kendaraan, yaitu
di Bunderan H.I, Jakarta Pusat. Ia menyanyikan beberapa lagu dan sebuah lagu
ciptaannya bersama rekannya dengan harmonica dan gitar, sedangkan anaknya
memegang tulisan tersebut. Ia mengaku hanya melakukan demo hanya sekitar 1 jam karena
lelah, namun sangat banyak awak media yang meliput usaha kerja kerasnya
tersebut di Bunderan H.I. ia dan anaknya menawarkan kepada beberapa mobil yang
berhenti di depannya. Aksinya tersebut untuk menarik perhatian publik dan mohon
dukungan. Dia memilih tempat yang ramai seperti Bunderan H.I.karena ia pernah
berpengalaman berprofesi sebagai pedagang asongan dan laku bannyak. Dan
ternyata ayah 5
![]() |
Suasana saat aksi di Bunderan H.I. |
![]() |
poster yang dibawa oleh Sugiyanto dan anaknya saat aksi protes di Bunderan H.I. |
Awalnya
ia tahu bahwa bila anaknya bersekolah di pondokan tersebut, orang tua murid
tidak perlu membayar speser rupiahpun dari TK-SD-SMP-SMA hingga S1, namun tidak
ada perjanjian tertulis dengan orang tua murid. Pada label sekolah tersebut
pula terdapat tulisan ‘free and high
quality’. Sekolah tersebut bersistem asrama yang memperbolehkan 2 bulan
setahun untuk pulang ke rumah orangtua/wali. Namun semenjak tahun 2012 sekolah
tersebut mempunyai aturan baru yaitu, denda untuk setiap pelanggaran yang
dibuat oleh para siswa didiknya dan iuran wajib Rp 20.000/hari. Sugiyanto sangat terkejut saat ia ingin mengambil ijazah anaknya. Pihak tata usaha
mengatakan bahwa bila ingin mengambil ijazah harus membyar segala tunggakan. Sugiyanto keberatan dan protes. Namun tata usaha mengatakan
![]() |
Sugiyanto, Mendiknas (Mohammad Nuh) dan Sarah Melanda Ayu |
Dari
cerita bapak Sugiyanto tersebut ada hal lain yang dapat menjadi pelajaran
bagi kita. Yaitu, bagaimana dalam merencanakan sesuatu. Pemerintah sudah
mengadakan program keluarga berencana (KB) jadi sebaiknya kita menaati agar
tercipta keseimbangan. Deddy Corbuzier sempat berkta : “ kita meminta bantuan
pada pemerintah tapi pemerintah berkata ‘kan udah ada KB siapa suruh gak ikut
KB’ jadi, semuanya itu harus balance”
katanya. Kita memang harus merencanakan kehidupan, tapi apa enaknya bila hidup
kita semuanya sudah terencana? Rencanakan hidup kita sebagian biarlah
sebagiannya menjadi kejutan. Kabarnya, Jokowi (Gubernur DKI JAKARTA) pernah
meminta (supriyadi) menemuinya, lihat disini.
Mungkin
ini juga menjadi cambukan ringan bagi pemerintah bagaimana system pendidikan
kita yang masih kacau. Jangan sampai anak cucu saya (saya masih berumur 17
tahun) harus merasakan jaman kita sekarang. Cukup pak…. Cukup…..
“bila kita tidak dapat melihat
masa depan, maka kita dapat merencanakan masa depan”
Hitam Putih.
Buah permenungan Hitam Putih eps. 2 Juli 2013