Rabu, 03 Juli 2013

Drawing Vs Writing

Writer Vs Drawer, siapa yang menang. sumber
             Seperti judul di atas. Sedikit orang yang tahu bahwa kedua kata kerja tersebut merupakan hobi baru saya. Coba kita lihat gambar di samping, kira-kira siapa yang akan menang? Hayo?? Siapa? Kalau menurut saya sih, yang akan menang si Drawer. Karena kenapa? Karena itu gambar bukan tulisan. Bisa saja itu merupakan sindiran si drawer bagi si writer yang belum tentu bisa menggambar, makanya ia gambarkan gambar di samping. Tapi kalau dipikir-pikir, si writer mungkin juga bisa menang, kenapa? Karena saya juga menjelaskan gambar itu dengan tulisan.
Ya... jadi bisa dibilang seri sih...
Sejak zaman dahulu, tulisan dan lukisan sudah hidup berdampingan
gambar di dinding goa kei, flores sumber


menulis sudah ada sejak zaman
dahulu sumber
          Menulis. Siapa sih yang tidak tahu menulis? Tapi masalahnya menulis bagaimana dulu? Menulis kaligrafi, menulis novel, menulis puisi, menulis blog, menulis buku, menulis film? Itu adalah sebagian dari banyak hal menulis yang menggukan keahlian khusus. Tapi apakah untuk menjadi penulis kita harus memiliki keahlian khusus? Tidak peduli bagaimana bentuk tulisan kita, asal saja terbaca dan dapat dimengerti. Tulisan sudah ada sejak jaman sejarah (zaman manusia sudah mengenal tulisan) dinamakan zaman sejarah karena manusia sudah dapat mengukir sejarah lewat tulisan dan mengabadikannya lewat media tulisan. Ada sebuah lelucon tentang menulis :
A: Bro, boleh minta tolong gak?
B: Tapi apaan dulu?
A: Gampang kok. Gua minta tolong sms-in emak gue dong…
B: Lah emangnya nape? Lo kan ada HP. HP lo lebih canggih lagi dari gue.
A: Iya sih… lebih canggih… tapi masalahnya tulisan gue jelek…
B: Lo udah pernah nelen peluru belum?
                Yah… begitulah… Gak lucu? Biarin…
Raditya Dika Sumber
                Stand up comedian, sutradara, artis, penulis film, sekaligus penulis buku, Raditya Dika selalu berkata penulis saat ditanya apa pekerjaannya. Menurutnya semua profesi yang ia miliki memiliki basic yang sama yaitu menulis. Menurutnya menjadi stand up comedian basicnya adalah menulis script untuk dijadikan materi dan dibawakan di depan panggung. Menjadi sutrdara, penulis film, penulis buku sudah pasti menulis. Menulis sudah menjadi kemampuan utama yang dimiliki seseorang. Namun, masih banyak mereka yang belum tahu menulis dengan benar dan baik. Itu seharusnya menjadi ‘PR’ bagi pemerintah.

John Steinbeck sumber
   
sampul novel The Grapes
of Wrath sumber
 John Steinbeck (1902-1968) The Grapes of Wrath memiliki kehidupan yang menarik dalam memulai kerjanya. Pagi hari, setelah bangun tidur ia langsung bergegas menuju meja kerjanya, menulis beragam pikiran yan melintas di kepalanya. Ia tidak berpikir akan menjadi apa tulisannya tersebut. Ia hanya ingin segera menulis; ia hanya ingin segera memulainya, tanpa banyak pertimbangan. Setelah itu, ia akan beristirahat kemudian mandi. Seusai mandi, ia akan duduk di meja kerjanya, mencermati tulisan tersebut, menatanya, dan membuatnya menjadi tulisan yang baik. Ada pepatah Cina yang pantas untuk kita renungkan, “RIbuan langkah dimulai dengan satu langkah”. Pepatah ini mengandung maksud bahwa yang namanya memulai itu memang tidak mudah. Kebanyakan orang hanya memiliki angan-angan dalam benaknya, namun sulit untuk mewujudkan dalam tindakan.
yang dipuji karena novelnya yang berjudul
poster film  finding forester sumber
                Finding Forester, sebuah film ya
ng mengisahkan tentang kecintaan pada dunia buku dan tulisan mengajarkan kepada anda dan saya bagaimana memulai sesuatu. William Forester dalam film ini adalah seorang peraih penghargaan sastra tertinggi di Amerika. Dan bagian yang mengesankan dalam film ini adalah nasihatnya kepada sahabatnya “Pertama-tama tulis konsep tulisan dengan hatimu. Lalu, tulis kembali konsep tersebut dengan kepalamu. Factor utama dalam menulis adalah menulis, bukan berpikir.”
Menarik bukan? Artikel tadi saya ambil dari sebuah surat kabar local di Sulawesi Utara. Itu sangat mengesankan bagi saya dan sangat inspiratif. Saya mulai menirukan kebiasaan John Steinbeck dan pemikiran tokoh William Forester namun, memang sangat tidak mudah untuk melakukannya. Tapi bila direnungkan semua itu ada dalam pikiran kita. Intinya dari kutipan tadi itu adalah kita dalam berkarya bukan berpikir, tapi take action dsambil menulis artikel ini saya teringat salah satu iklan rokok di Indonesia dengan semboyannya “Talk Less Do More” dalam iklan tersebut terdapat poster yang memperlihatkan bagaimana sebuah tim rugby yang sedang berunding tapi tak kunjung usai sementara tim lawannya sudah siap dan keberatan dengan lawannya yang terus berunding menunda-nunda permainan.
                Konsep tadi itu pertama-tama saya terapkan pada hobi saya yang lain, yaitu menggambar. Bangun tidur saya beranjak mengambil sketch book dan pensil untuk memulai membuat sketsa, lalu saya melakukan aktivitas lain termasuk mandi dan sorenya atau mungkin besoknya saya menyelesaikan gambar tersebut. Sangat berat bagi saya untuk menerapkannya dalam menggambar. Lalu saya terpikir, saya masih mempunyai satu blog yang sudah lama saya tidak otak atik. Lalu saya mulai membuat artikel “Hello world (again)” lalu muncul artikel-artikel lainnya yang menggunakan konsep seperti tadi, tapi memang masih awal-awal saya masih belum dapat sepenuhnya menerapkan konsep tersebut.
               
sumber
Sayapun mendapat ide ini saat saya (maaf) BAB di pagi ini banyak yang ide yang terpikir oleh saya, lalu saya mulai merealisasikannya satu per satu.


 “ribuan langkah dimulai dengan satu langkah”

0 komentar:

Posting Komentar